Tuliskan dan Jelaskan! Asal Asul Candi Pari dan Candi Sumur
Pada jaman dahulu kala seorang tua bernama Kyai Gede Penanggungan yang
hidup di pegunungan , ia mempunyai adik perempuan janda bertempat tinggal di
desa Injingan, Kyai Gede Penanggungan mempunyai 2 anak perempuan, yang sulung
bernama Nyai loro Walang Sangit dan yang bungsu bernama Nyai Loro Walang angin,
keduanya berdiam dirumah Kyai Gede Penanggungan. Sedangkan adiknya janda
Ijingan mempunyai seorang anak laki laki bernama Jaka Walang Tinunu, setelah
dewasa ia amat tampan dan hormat kepada ibunya.
Pada
suatu hari ia menanyakan pada ibunya siapakah ayahnya, tetapi ibunya tidak mau
menjawab dan hanya berkata , “ Kamu tidak punya ayah tetapi Kyai Gede
Penanggungan adalah kakak saya. Kemudian Jaka Walang Tinunu minta ijin pada
ibunya membuka hutan untuk tempat tinggal dan penggarapan sawah. Permintaannya
dikabulkan oleh ibunya , maka berangkatlah Jaka Walang Tinunu disertai dua
orang temannya yaitu Satim dan Sabalong untuk menuju ke dukuh Kedungkras ( desa
Kesambi sekarang ), setelah menetap disana tanpa suatu rintangan apapun, mereka
mulai membabat rimba di Kedung Soko arah utara Kedungkras dan arah selatan
Candi Pari.
Beberapa
waktu kemudian pada suatu malam teman teman Jaka Walang Tinunu dengan sepengetahuannya
memasang wuwu di Kali Kedung Soko. Esok harinya wuwu diambil dan ternyata
berhasil menangkap seekor ikan Kotok yang dinamakan Deleg. Betapa gembiranya si
Sabalong lalu ditunjukkan kepada Jaka Walang Tinunu dan Satim. Setelah ikan
dipotong dan dimasak, tetapi ajaibnya ikan dapat berbicara seperti manusia dan
menerangkan bahwa ia sebenarnya bukan ikan, tapi seorang manusia. Bahwa dulu ia
bernama Sapu Angin yang mengabdi pada pertapa dari gunung Pamucangan dan ia
berdosa pada pertapa itu karena pernah mempunyai keinginan untuk menjadi raja.
Dan ia diperkenankan menjadi raja ikan, dengan demikian berubahlah ia menjadi
Deleg sampai detik masuk ke wuwu. Waktu mendengar riwayat Deleg itu maka
terharulah Jaka Walang Tinunu dan berkata “ Barang siapa berasal dari manusia
kembalilah menjadi manusia “ dan seketika itu ikan Deleg berubah menjadi
manusia yang hampir setampan dengan Jaka Walang Tinunu, lalu diberi nama Jaka
Pandelegan dan dianggap adik dari Jaka Walang Tinunu.
Demikianlah lalu mereka bersama sama membuka tanah dan setiap hari mengolah
tanah untuk lahan pertanian. Kemudian Jaka Walang Tinunu memikirkan soal bibit,
tetapi menemui jalan buntu, sebab dia sangat miskin tidak punya apa apa untuk
membeli keperluan menggarap sawah. Tapi tiba tiba ia ingat apa yang dikatakan
ibunya dulu, tentang Kyai Gede Penanggungan, tetapi ia tak berani menyampaikan
isi hatinya kepada Kyai Gede Penanggungan, Maka permohonannya tentang bibit
padi disampaikan kepada Nyi Gede yang selanjutnya disampaikan pada suaminya,
namun Kyai Gede tak percaya bahwa bibit itu akan dipergunakan untuk bersawah.
Sebaliknya kedua putrinya waktu kedatangan Jaka Walang Tinunu dan Jaka
Pandelegan asmara didada mulai tumbuh melihat kesopanan dan ketampanan kedua
pemuda itu. Baru pertama kali kedua gadis tersebut melihat pemuda yang begitu
sopan dan tampan.
Jaka
Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan sangat kecewa karena permohonannya tidak
dikabulkan, hanya diberi Mendang yang apabila disebarkan tidak akan tumbuh.
Lalu kedua putrinya disuruh untuk mengambilkan Mendang tersebut, Karena kedua
putrinya menaruh hati maka kesempatan ini tidak disia siakan untuk mencampur
bibit padi dengan Mendang yang akan diberikan itu.Lalu diserahkan kepada dua
pemuda itu dan Kyai Gede Penanggungan mengatakan “ itulah bibitnya “
Setelah menerima Mendang 1
karung mereka mohon diri. Kedua putrinya sudah terlanjur mencintainya maka
keduanya mohon ijin kepada orang tuanya untuk ikut dengan kedua pemuda itu,
tetapi tidak diperkenankan, Akhirnya kedua putrinya hanya memesan kepada kedua
pemuda itu agar saat menanam padi untuk memberitahu kepada Kyai Gede
Penanggungan.
Setibanya dirumah secepatnya Mendang tersebut disebarkan disawah dengan
mendapat ejekan dari Sabalong dan Satim, karena yang disebarkan itu tidak
mungkin dapat tumbuh, Namun demikian Jaka Pandelegan dan Jaka Walang Tinunu
percaya apa yang diucapkan oleh Kyai Gede Penanggungan tersebut.
Ternyata tumbuhnya sangat baik benar benar seperti bibit sesungguhnya.
Waktu pemindahan tanaman tiba Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan datang
lagi pada Kyai Gede untuk mohon ijin agar kedua putrinya membantu menanam padi.
Tetapi tidak dikabulkan oleh Kyai Gede malah marah dengan dalih bahwa kedua
putrinya akan dipinang oleh Raja Blambangan , padahal keduanya sudah sama sama
mencintai , lalu kedua pemuda itu kembali pulang. Dan diam diam kedua putri
Kyai Gede melarikan diri menyusul , Nyai Loro Walang Angin ingin jadi isterinya
Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Sangit ingin jadi isterinya Jaka Walang
Tinunu. Akhirnya keduanya dapat bertemu dengan pemuda itu ditengah jalan yang
selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Kedung Soko.
Setelah Nyai Gede mengetahui kedua putrinya tidak ada lalu memberitaukan
kepada Kyai Gede, lalu mengejar kedua putrinya dipaksa untuk kembali kerumah,
tetapi ditolaknya. Sedangkan kedua pemuda itu tidak menghiraukannya karena
kedua anaknya ikut atas kemauannya sendiri. Maka terjadilah suatu pertengkaran
yang berakhir dengan kekalahan di pihak Kyai Gede, sehingga terpaksa pulang
kembali tanpa disertai kedua putrinya.Sedangkan mereka berempat kembali
melanjutkan perjalanan kembali ke Kedung Soko.
Waktu tanaman berusia
45 hari sawah kekurangan air sehingga Jaka Walang Tinunu menyuruh Jaka
Pandelegan menyelidiki air. Ketika sampai ditengah sawah berpapasan dengan
seorang tua yang memerintahkan agar Jaka Pandelegan menghentikan
perjalanannya , yang menyebabkan dia murka. Saat ia akan membunuh orang tua
tersebut lalu ia jatuh pingsan. Ketika sadar sangatlah takut dan menanyakan
tentang namanya. Lalu orang tua tersebut menjawab “ Namaku Nabi Kilir”
pelindung semua air. Kemudian orang tua itu memberikan nama kepada Jaka
Pandelegan dengan nama Dukut Banyu, lalu berkata “Kalau kamu sudah selesai
bertanam adakanlah selamatan apabila sawahmu berhasil dengan baik” Setelah itu
orang tua menghilang. Waktu Jaka Pandelegan datang kembali kesawahnya ternyata
sudah penuh dengan air yang melimpah sampai panen tiba.
Menurut “Shohibul Hikayat” tentang pemotongan Padi karena luasnya sawah dan
baiknya jenis tanaman maka orang dari segala penjuru datang untuk ikut derep
(memotong padi) tersebut. Juga diceritakan bahwa bagian muka dipotong bagian
belakang yang baru saja dipotong sudah kelihatan ada tanaman padi yang sudah
menguning, sehingga tidak ada habis habisnya. Adapun hasil panenan ditumpuk di
penangan, Justru penangan tersebut tepat di tempat Candi Pari sekarang ini. Dan
betapa banyaknya padi di penangan itu
Sementara kerajaan Majapahit mengalami paceklik.Pertanian gagal banyak petani
sakit. Lumbung padi dalam keraton yang biasanya penuh menjadi kosong, karena
luasnya sawah yang kena penyakit dan gagal panen. Ketika Prabu Brawijaya
mendengar bahwa di Kedung Soko berdiam seorang yang arif yang memiliki banyak
padi. Maka diperintahkan kepada Patihnya untuk meminta penyerahan padi dan
dibawakan perahu lewat sungai arah tengara Kedung Soko.Akhirnya Jaka Walang
Tinunu bersedia untuk menyerahkan padinya kepada utusan sang Prabu, dan padi
padi tersebut diangkut ke tebing sungai dan selanjutnya dimuatkan pada perahu
perahu itu, walaupun berapa banyak perahu yang disediakan, namun padi yang
disediakan di tebing tetap tidak muat sehingga tempat tersebut dinamakan desa
Pamotan, Lalu padi dipersembahkan pada sang Prabu Brawijaya yang diterima
dengan suka cita . Lalu sang Prabu menanyakan kepada sang Patih siapakah
pemilik padi itu ? Maka sang Patih menjawabnya bahwa yang memiliki padi itu
bernama “Jaka Walang Tinunu” anak seorang janda Ijingan.
Maka
teringat oleh sang Prabu bahwa baginda pernah berhubungan dengan Nyai Rondo
dimaksud, tetapi itu semua disimpan dalam hati dan menitahkan Sang Patih untuk
memanggil Jaka Walang Tinunu beserta isterinya. Kemudian keduanya menghadap
Sang Prabu . Setelah diamat amati ternyata benar bahwa Jaka Walang Tinunu
adalah putra Sang Prabu.
Selanjutnya Sang Prabu mengutus untuk memanggil Jaka Pandelegan beserta
isterinya dengan maksud akan dinaikkan pangkat derajatnya. Dan apabila mereka
tidak bersedia supaya dipaksa tanpa menimbulkan cidera pada badannya bahkan
jangan sampai menyebabkan kerusakan pada pakaiannya, Selanjutnya pula Sang
Prabu menanyakan siapakah temannya yang bernama Jaka Pandelegan itu. Lalu Jaka
Walang Tinunu menjawab bahwa Jaka Pandelegan yang dianggap sebagai adiknya itu
adalah berasal dari ikan Deleg.
Sebelum
perintah raja itu disampaikan kepadanya, Jaka Pandelegan sudah merasa
akan mendapat panggilan akan tetapi panggilan tersebut tidak akan dipenuhi, hal
tersebut sudah dipertimbangkan dengan isterinya.
Ketika Patih datang menyampaikan panggilan
ia menolak, sekalipun dipaksa tetap membangkang yang selanjutnya menyembunyikan
diri di tengah tengah tumpukan padi pada penangan itu. Dan sewaktu sang Patih
berusaha untuk menangkap dan mengepung tempat itu, maka Jaka Pandelegan
menghilang tanpa bekas. Setelah menghilangnya sang suami, Nyai Loro Walang
Angin yang membawa kendi berpapasan dengan patih disuatu tempat, sewaktu akan
ditangkap berkatalah ia “Biarlah saya terlebih dahulu mengisi kendi ini disebelah
barat daya penangan itu” Dan saat tiba disebelah timur Sumur, maka hilanglah
istri Jaka Pandelegan itu.
Setelah
suami isteri itu hilang Sang Patih pulang kembali untuk melaporkan peristiwa
itu kepada Sang Prabu. Mendengar kejadian itu Baginda sangat kagum atas
kecekatan Jaka Pandelegan dan isterinya itu. Yang akhirnya Sang Prabu Brawijaya
mengeluarkan perintah mendirikan dua buah candi untuk mengenang peristiwa
hilangnya suami isteri itu. Maka didirikanlah dua buah candi, yang satu didirikan
dimana Jaka Pandelegan hilang yang diberi nama CANDI PARI , sedangkan candi
yang satunya didirikan ditempat dimana bekas Nyai Loro Walang Angin menghilang
dengan diberi nama CANDI SUMUR.
Dan kedua candi itu baru
dibangun pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk kira kira pada tahun
1371 Masehi. Demikian cerita singkat asal usul berdirinya kedua candi yang
terletak di desa Candipari Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo.
0 komentar: